Filename | are you smarter ..?? |
Permission | DienarRobusta |
Author | enterdie |
Date and Time | Sunday, May 13, 2012 |
Label | Kehidupan| Note |
Action |
Mari kita meloncat mundur ke belasan tahun lalu. Ketika masih ada di bangku SD. Berseragam Merah Putih walau saya masih belum ngerti kenapa warna kebanggaan itu (justru) dikasih ke seragam SD. Kenapa ga SMA? Mungkin untuk yang mengatakan nasionalisme kita sudah meluntur dan memudar mengacu pada warna seragam SD mereka yang sama kasusnya.
Duduk di kelas 5 SD adalah masa-masa kejayaan.Di awal karir usia dua digit itu akan disibukkan dengan berbagai macam perlombaan. Dari Lomba Cerdas Tangkas (LCT), Siswa Teladan, P4 (Oh God, Eka Prasetya Pancakarsa. Masih ingat?). Okay, lomba-lombanya pun tidak melulu pake otak dan hafalan. Anda tenang saja. Ada lomba seni musik. Kolintang? Salah satu yang paling tenar waktu itu sebelum hadir seperangkat alat drum yang membuat anak usia dua digit mulai mengalihkan minat. Lomba lain? KARATE. Otot kami pun dibentuk sedemikian rupa (dengan tidak cukup suksesnya). Point pentingnya adalah setidaknya sudah berusaha untuk menjadi si pitung, Advent Bangun atau Barry Prima. Acuannya pada saat itu adalah film laga Indonesia yang luar biasa. Deru debu bersama Willy Dosan cukup mengganggu iman kemudian, dan itu sebelum kenal Jacky Chan yang mungkin lebih keren.
Dari sekian jenis perlombaan salah satunya adalah Pesta Siaga. Jangan antipati dulu dengan kata “pesta”. Kaum SD saat itu masih jauh dari kata pesta yang sudah bergeser definisi. Ini lomba multi talenta. Diikuti ratusan peserta even “cuma” untuk tingkat Kecamatan atau pun kotamadya. Seragam pramuka yang lengkap dengan atribut dan aksesoris yang membuat saya (merasa) lebih keren. Kalau di SMP regu pramuka disimbulkan dengan hewan untuk pria dan bunga untuk regu wanita. Jaman SD kami hanya amengenal istilah “Barung”. Merah dan putih paling sering dipakai. Luar biasa bukan arti warna merah putih buat anak SD?
Yah, salah satu item perlombaan dalam pesta siaga adalah menghafal gambar para pahlawan revolusi. Ya, beliau yang bergelar Anumerta. Ya, yang menjadi korban keganasan PKI pada 30 September 1965. Sedikit mengganjal jika berbicara mengenai PKI dan Komunis, ketika SD yang kami tahu tentang komunis adalah Paham yang tidak mengenal Tuhan. Benarkah?
Okay lanjut.
10 nama pahlawan berikut pangkatnya berhasil saya hafal waktu itu. Caranya? Sama seperti menghafal 36 butir pancasila atau pun 48 butir yang diperbaharui. Atau sama juga dengan cara menghafal Menteri pada saat itu walau cenderung tidak banyak berubah. Masih ingat nama-nama Mien Sugandhi, Inten Soeweno, Jop Ave, Ginanjar Kartasasimta, Siswono Yudhohusodo, Faisal Tanjung dan tentu saja B. J Habibie (beliau salah satu pemicu semangat saya untuk rajin sekolah) ? Ini tidak sama dengan menghafal Presiden yang tentu tidak tergantikan waktu itu. Bagaimana dengan wakil presiden? Hatta (yang menjadi idola banyak orang), HB IX, Adam Malik , Umar wirahadikusuma, Soedarmono, Tri Sutrisno. Ya bagian ini memang agak sulit diingat.
Saya ingat benar soal ujian PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) di kelas 1 SD. “Siapakah nama kecil Pangeran Diponegoro?”. Di buku Balai Pustaka pun tidak tercantum. Ibu guru pun tidak pernah menyebutkan. Mungkin jika soal ini keluar dalam SPMB (entah apa sebutannya sekarang) atau ujian CPNS (tidak esensial jugakah seperti kasus lagu SBY?) mungkin hasilnya akan sama saja. Itu belum termasuk soal-soal “cupu” yang gagal saya jawab. Tapi jelas saya masih bisa membedakan Diponegoro dan Imam Bonjol (They’re totally different, tidak ada alasan bilang mirip, kawan).
Entah mengapa, saya lebih banyak mengenal para pahlawan dari generasi sebelum kemerdekaan. Cut Nyak Dien dan Cut Mutia, Panglima Polim, Imam Bonjol, Antasari, Hassanudin, Sisingamangaraja dll. Baru saya kenal Soekarno Hatta kemudian setelah masuk SMP. Tetapi jangan tanya tantang Ahmad Subarjo, Sutan Syahrir, terlebih Tan Malaka. DN Aidit? Terlebih apalagi. Hingga tiba suatu saat, teman saya yang orang luar (negeri) ingin melihat uang kertas saya. Maklum uang kertas di luar biasanya gambarnya sama cuma warna yang beda. Tidak kreatif? Mungkin.
Dengan bangganya, saya bersama teman saya menunjukkan uang kertas yang saya miliki, berbagai pecahan dari seribu hingga seratus ribu. Dan ini percakapan antara teman luar (negeri) dan teman dalam (negeri) saya.
Teman Luar : “Mereka Presiden kalian?”
Teman Dalam : “Tidak, cuma yang ini. Presiden Sukarno (Sambil nunjuk duit seratus ribuan) dan ini wakilnya Moh. Hatta.”
Teman Luar : “Lalu yang lain ini siapa?”
Teman Dalam : “Mereka Pahlawan negara kami.”
Teman Luar : “Kamu bisa hafal mereka semua?”
Teman Dalam : “Hmmm, Tentu tidak.“
Dan memang terbukti benar teman dalam saya. Hanya Suekarno Hatta di pecahan terbesar yang dia tahu. Fakta ini terbukti berkali-kali walau tidak separah teman dalam saya. Dan fakta sederhananya:
Rp 1.000?
Tidak tahukah kamu dengan Pattimura? Pelajaran Dasar sekali di SD.
Rp. 2.000?
Baik, ini memang pecahan baru namun saya seribu sayang, pelajaran Dasar kembali diulang. Pangeran Antasari.
Rp. 5.000?
Imam Bonjol. Berhenti menyebutnya Pangeran Diponegoro. Berhenti pula menjawab tidak tahu.
Rp.10.000?
Tolong dicoba dulu jangan buru-buru geleng kepala. Baik saya kasih bocoran. Sultan Mahamud Badaruddin II.
Rp. 20.000?
Masih geleng kepala? Okay kesempatan terakhir yaa. Otto Iskandardinata. Otista. Jalak Harupat.
Rp. 50.000?
I Gusti Ngurah Rai. Tidak tega melihat orang geleng-geleng kepala.
Fakta berikutnya mungkin kita tidak sadar bahwa di uang kertas tersebut gambar depan dan gambar belakang memiliki hubungan. Tidak terlalu intim memang. Tunggu. Diceknya nanti saja. Selesaikan baca tulisan saya.
Fakta berikutnya adalah luar biasa ketika uang kertas bergambar orang utan pecahan Rp 500 yang muncul beberapa tahun yang lalu, jaman saya SD, masih melekat di benak kita. “Mengalahkan” Otto Iskandardinata? Atau Sultan Mahmud Badaruddin II? Luar Biasa bukan?
belasan tahun saya bertahan dengan hafalan Indonesia terdiri dari 27 propinsi. Hafal satu-satu beserta ibukota. Namun sayang seribu sayang setelah Timor Timur menjadi negara sendiri, Timor leste, hafalan saya rusak. harus segera di susun ulang. Tetapi sungguh saya belum mampu memiliki hafalan menteri sehebat dulu. saya berusaha menghafal menteri Kabinet Indonesia bersatu jilid I dan ketika saya hafal tak lama KIB jilid II terbit. Dan hafalan saya tenggelam.
Dengan 33 porpinsi masihkah kita hafal? Saya sih sedang mencoba. Takut kasus pada teman dalam saya terulang. Anak muda jaman sekarang sangat kritis. Sering bertanya hal sepele dan remeh temeh. Jadi kita sekarang sedang membicarakan hal sepele dan remeh temeh?
Bagaimana dengan Propinsi Bangka Belitung? Tahu lah ya. Ibukotanya?
Kepulauan Riau ibukotanya apa?
Di Celebes ada Propinsi Sulawesi Barat (walau kata teman saya tidak ada. Dia menolak dengan keras penyataan saya. Tolong kawan, terima kenyataan). Memang tidak banyak yang tahu propinsi Sulawesi Barat tetapi lebih banyak yang tidak tahu Mamuju adalah Ibukotanya.
Papua pun sudah jadi dua propinsi. Ya, namanya Papua dan Papua Barat. Sudah bukan lagi Irian Jaya.
Jadi ada baiknya kita mengembalikan semangat Sekolah Dasar. Memang hal remeh temeh mungkin. Hanya saja kasus teman dalam saya sedikit membawa trauma (Sedikit, jangan katakan saya berlebihan). Dan hal paling tragis adalah di youtube ada mahasiswa Indonesia di Australia menanyakan pada mahasiswa Indonesia lainnya di sana tentang kapan Hari kebangkitan Nasional diperingati.
Dan salah satu responden menjawab, “17 Agustus?”
Dan sampaikah saya pada kesimpulan(dangkal) saya, jangan pernah katakan bangsa saya ini bodoh. Seratus persen tidak. Banyak mahasiswa Indonesia di berbagai belahan dunia. Jangan pernah katakan anak-anak Indonesia lupa, tidak tahu dan tidak kenal para pahlawannya. Jangan anggap kami tidak tahu bagian dari setiap jengkal negara ini.
Seperti orang pintar negeri ini yang bahkan tidak tahu kapan negeri ini merdeka, yang tidak (mau) hafal Pancasila, tidak hafal pahlawannya sendiri (atau pahlawan mereka berganti dengan nama Naruto, Luffy, Conan, Doraemon, Kenji dll), seperti mereka yang mungkin menganggap Jawa adalah negara tersendiri tidak perlu peduli dengan yang lain (yang lain nothing, eh?). Ada baiknya seragam merah putih dan seragam safari anggota DPR bertukar. Mungkin hafalan sederhana tadi tidak akan masuk dalam soal ujian CPNS. Atau masuk? Ada esensinya kah seorang pejabat Kementerian hafal nama kecil Diponegoro?
Ya, hanya sedikit yang dari bangsa ini yang tidak terlalu pintar tetapi banyak yang telalu tidak peduli.
Mengakui peduli?
Baik, tunjukkan anda menyebrang jalan di zebra cross atau pun jembatan penyebrangan, atau jika sedikit lebih peduli jangan masuk ke jalur bus way jika anda menggunakan kendaraan pribadi.
~Percakapan dihari senang, suatu hari di Benton Junction~
0 komentar:
Post a Comment